SLIDE1

2.ENTREPRENEUR - START NOW!











































ENTREPRENEUR di Indonesia
JAKARTA, 10-10-10
Hingga kini, jumlah entrepreneur di Indonesia hanya 0,18 persen dari total jumlah penduduk. Jumlah ini kalah jauh daripada negara tetangga seperti Singapura yang mencapai 7 persen. "Perlu usaha 500 persen untuk membuat jumlah entrepreneur Indonesia 1 persen. Memang tidak bisa sekaligus. Tapi, kalau dilakukan terus menerus pasti bisa. 500 itu dari 1 juga. Habis itu dua, tiga, dan seterusnya," ujar Mendiknas M. Nuh, Kamis (17/12/09). Oleh karena itu, perguruan tinggi (PT) diminta bisa mengembangkan entrepreneur bagi para lulusannya.
Ciputra menambahkan, jumlah entrepreneur di Indonesia pada 2007 masih sangat minim jika dibandingkan jumlah penduduk. Yakni, hanya 0,18 persen atau 440.000. Idealnya, Indonesia memiliki 4,4 juta entrepreneur atau berkisar 2 persen dari jumlah penduduk. Jika dibandingkan dengan Singapura pada 2005, kata Ciputra, Indonesia juga kalah jauh. Sebab, rasio jumlah entrepreneur di Negeri Singa mencapai 7,2 persen. Demikian pula, Amerika Serikat pada 2007 mencapai 11,5 persen entrepreneur.
"Saatnya pemerintah kita mengubah pola pendidikan dari menciptakan lulusan pencari kerja kepada sarjana pencipta lapangan kerja. Dengan demikian negara ini akan bisa survive dalam terpaan krisis. Sebab, masyarakatnya bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain," ujar Ciputra.
Pada Juni 2009, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengumumkan “New Beginning and Global Engagement” yaitu inisiatif baru Pemerintah AS membangun hubungan yang lebih baik dengan negara-negara berkembang, termasuk dengan negara yang penduduknya mayoritas Islam (Moslem Majority Countries/ MMC).

Inisiatif tersebut menggunakan entrepreneurship sebagai topik untuk membangun kesalingpengertian dan kerja sama yang lebih baik. Dasar hubungan baru ini adalah mutual interest, mutual respect, dan mutual responsibility. Global Entrepreneurship Program atau GEP sengaja dirancang Pemerintah AS untuk mencapai tujuan tersebut.

Saat ini terdapat 12 negara yang menjadi fokus GEP, yaitu Aljazair, Mesir, Yordania, Indonesia, Meksiko, Pakistan, Palestina, Peru, Filipina, Rwanda, Afrika Selatan, dan Turki. Dari 12 negara ini Indonesia dan Mesir terpilih sebagai pilot countries.


Kenapa entrepreneurship? Tampaknya Pemerintah AS sadar bahwa entrepreneurship adalah salah satu kunci utama keberhasilan ekonomi negara. Hal ini terbukti berhasil mengatasi krisis pengangguran yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1965-1985. "Tahun 1965-1985 tercipta lapangan kerja terbesar yang tidak pernah terjadi dalam sejarah AS. Itu terjadi karena munculnya entrepreneur,"
Melalui tangan ahli Peter Drucker dan pemerintah AS, sejumlah penduduk AS kala itu mendapat pendidikan menjadi seorang entrepreneur. Hasilnya, selama dua dekade mulai tahun 1965-1985, AS bisa membuka lapangan kerja yang cukup besar bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
"Pada masa krisis sekarang ini, Peter Drucker mengatakan krisis di AS akan segera berakhir karena AS negara entrepreneur. Orang yang dipecat dari dunia keuangan akan menjadi entrepreneur dan menciptakan perusahaan sehingga ada lapangan kerja baru," kata Ciputra.

Sementara itu, di pihak lain banyak negara berkembang membutuhkan entrepreneurship untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.

Jadi, isu entrepreneurship menjadi satu titik temu untuk saling bertemu dan berdiskusi. Melalui isu ini AS ingin membangun hubungan yang lebih baik dengan 12 negara tersebut.

Tindak lanjut nyata Pemerintah AS mengadakan Presidential Summit on Entrepreneurship pada 25-26 April 2010 di Washington DC. Untuk menggulirkan program ini Ambassador Elizabeth Frawley Bagley, telah ditetapkan sebagai special representative for global partnerships.


Dr Ir Ciputra yang secara konsisten mempromosikan pentingnya entrepreneurship di Indonesia, sejak empat tahun lalu mendefinisikan seorang entrepreneur mampu mengubah kotoran dan rongsokan jadi emas.

Ada tiga makna penting seorang entrepreneur masa kini atau entrepreneur abad 21.
·      Pertama, mampu melakukan perubahan yang kreatif dan dramatis.
·      Kedua, perubahan kreatif itu memiliki nilai tinggi di pasar seperi emas.

·      Ketiga, seberapa pun sumber daya yang dimiliki bila memiliki kecakapan entrepreneurship, maka akan sanggup melipatgandakannya.
Jadi, entrepreneur abad 21 bukan sekadar “berdagang”, namun mereka harus mampu berinovasi.
Entrepreneurship menjadi salah satu kebutuhan utama bangsa Indonesia abad 21.

Ada tiga hal penting mengapa Indonesia memerlukan entreprenurship.
1.   Pertumbuhan jumlah penganggur terdidik naik secara drastis. Pada 2004 hanya sekitar 500 ribu lulusan perguruan tinggi yang menganggur, pada 2007 naik jadi sekira 743 ribu, pada 2008 naik lagi jadi sekira 1,1 juta orang, dan pada 2010 diperkirakan sudah mencapai dua juta orang.

Saat ini Indonesia kelebihan pencari kerja dan kekurangan entrepreneur, yaitu para pencipta lapangan kerja. Kalau ini didiamkan, maka tidak akan lama lagi jumlah penganggur terdidik ini akan mencapai 4,5 juta orang atau sama besar jumlahnya dengan jumlah seluruh mahasiswa yang ada di bangku kuliah pada saat ini.

2.   Jumlah TKI Indonesia dari tahun ke tahun naik terus, dan saat ini sudah sekira enam juta warga Indonesia yang kebanyakan melakukan pekerjaan yang informal. Beragam masalah sosial mulai dari kasus kekerasan, pelecehan seksual, pemerkosaan hingga pembunuhan yang menimpa TKI sudah kerap kita dengar.

Namun, kenapa mereka tetap berangkat meninggalkan keluarga dalam jangka waktu lama dan menghadapi beragam risiko? Bukankah ini menunjukan bahwa lapangan kerja memang langka di Indonesia. Apakah kita rela jumlah TKI merangkak naik terus jumlahnya dan kemudian kita dikenal sebagai pemasok buruh kasar dunia yang terbesar?


3.   Masih begitu banyak potensi alam dan budaya Indonesia yang masih “tertidur” tidak tersentuh oleh tangan para entrepreneur. Dan sebagai contoh, Indonesia merupakan salah satu produsen utama dunia untuk karet dan teh, namun merek ban mobil atau motor paling terkemuka di dunia bukan dari Indonesia.

Hal yang sama terjadi dengan teh. Padahal kalau transaksi terjadi makin dekat dengan pemakai akhir semakin besar juga keuntungan finansial yang diperoleh.

Jadi, dengan hanya menjual bahan mentah Indonesia memperoleh nilai tambah terkecil. Ini juga menunjukkan bahwa jumlah entrepreneur Indonesia terlalu sedikit dan kurang tersebar merata ke seluruh tanah air padahal masih begitu banyak contoh lain kekayaan alam dan budaya Indonesia yang sesungguhnya dapat dientrepreneur- kan menjadi kesejahteraan bagi rakyat Indonesia secara berkelanjutan.


Manfaat entrepreneur yang tersebar merata dari desa ke kota di seluruh Indonesia, maka kita tidak perlu risau lagi terhadap kesenjangan ekonomi antardaerah.


AS telah memiliki sejarah panjang pendidikan entrepreneurship dan telah memiliki begitu banyak pengalaman.
Tidak heran bila pada 1997 berdasarkan survei Gallup, tujuh dari 10 murid SMA di AS ingin memulai bisnis sendiri. Lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan entrepreneurship juga sudah menyebar merata.

Menurut majalah Fortune 29 Maret 2010 lebih dari 2/3 atau sekira 2.000 akademi dan universitas di AS telah mengajarkan entrepreneurship. Bandingkan dengan tahun 1970-an yang hanya sekira 200 perguruan tinggi saja yang menyelenggarakan pembelajaran entrepreneurship.
Urgensi entrepreneurship sudah dirasakan oleh Pemerintah Indonesia.

Pada 29 Oktober 2009 Presiden SBY di depan 1.500 stakeholders Indonesia dalam acara Rembuk Nasional (National Summit) menyatakan bahwa ada tiga strategi utama yang harus dilakukan Indonesia, yaitu
·      Pemberdayaan
·      Kewirausahaan
·      Inovasi teknologi 

Sebelumnya atau pada 28 Oktober 2009 Presiden SBY telah menerima surat dari Dr Ir Ciputra dan Jakob Oetama yang menjelaskan betapa pentingnya entrepreneurship bagi masa depan Indonesia.

MELALUI KELUARGA MEMBANGUN GENERASI ENTREPRENEUR
Disamping melalui jalur formal yang sudah ditempuh oleh berbagai macam institusi baik pemerintah ataupun jdalam jalur pendidikan formal, lebih lanjut Dr Ir Ciputra menambahkan, masih ada satu lagi yang perlu dilakukan, yaitu mulai menginspirasi generasi muda didalam keluarga mereka masing2.
Seharusnya dari usia sangat dini, anak-anak sudah ditanamkan pentingnya masuk kedalam sektor ini. Jangan mengulangi lagi kesalahan yang pernah terjadi sebelumnya, dimana banyak orang tua yang lebih bangga anaknya bekerja sebagai PNS ataupun bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta, sekalipun jabatan mereka rendah, banyak orang tua ataupun lingkungan mereka yang mengatakan”Ngga apa2 yang penting, kamu jujur dan siap kerja keras, nanti suatu kali pasti naik pangkat jadi Kepala Bagian, lalu Manager, lalu GM, lama-lama pasti jadi Direktur”
Ada seorang teman yang hari ini sudah sukses dan berhasil membangun dan memilki beberapa perusahaan. Pada awalnya, banyak orang mencemooh dia, karena sebagai lulusan salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang terkenal di Indonesia dengan sempurna, tentunya banyak orang berharap dia bekerja di perusahaan2 asing dengan gaji besar, atau kalau tidak ya bekerja menjadi karyawan di perusahaan swasta yang terkenal. Jadi ketika dia memilih untuk berkarir di bidang penjualan alat rumah tangga, banyak orang kecewa. Tapi hari ini ternyata pilihannya tidak salah, perusahaannya berkembang dan dia sudah berhasil menyediakan pekerjaan bagi banyak orang. Kalau dia bisa, semua orang juga bisa.
Waktu ditanya apa yang menjadi pendorong keberhasilannya, dia katakan adalah ayahnya, ibunya dan kakak2-nya, merekalah yang mendorong teman saya sampai berhasi menjadi seorang Pengusaha.
Seandainya para ORANG TUA mulai mengerti hal ini, SETIAP PEMIMPIN mulai menangkap kesempatan ini, maka kita akan melahirkan “generasi pemilik” generasi yang akan memberi makan banyak orang.
Bila kita lalai, jangan kaget 100 tahun dari sekarang anak-anak kita akan terhitung sebagai “generasi karyawan”
Sosiolog David McClelland berpendapat,”Suatu negara bisa menjadi makmur bila ada entrepreneur (pengusaha) sedikitnya 2% dari jumlah penduduknya”.
Kata siapa, kita tidak dapat ikut membangun bangsa, ikut terlibat membangun negeri ini. Bisa…setiap orang bisa, jadilah orang tua, yang menginspirasi anak-anaknya untuk menjadi entrepreneur, jadilah pemimpin yang menginspirasi lingkungannya untuk menjadi entrepreneur. Kalau mereka katakan ini susah, maka perlu dimengerti, dimana di dunia ini ada “makan siang gratis” semua harus dicari, semua harus diupayakan.
Jadi dengan melihat kenyataan angka entrepreneur di Indonesia, maka siapapun kita, kalau anda peduli pada masa depan bangsa Indonesia, maka bersatulah membangun Angkatan Muda Entrepreneur Indonesia. Daripada demo, ribut2 atau tawuran, mendingan buka usaha… INDONESIA PASTI BISA!

Andreas Nawawi
Business Sphere
APTC 2010


Terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Ciputra yang saya kasihi dan hormati, yang sudah menginspirasi, mendorong terus menerus untuk menjadi seorang Entrepreneur. Terima kasih juga kepada Mentor saya yang saya kagumi Bapak Antonius Tanan. May God bless you all.

*Diambil dari berbagai sumber